Kalurahan BANGUNHARJO

            Malam puncak Kamajaya Festival 2018 pada Minggu, 18 November 2018, dimeriahkan dengan penampilan spesial lakon ketoprak “Ledhek Bariyem.” Ada satu hal yang berbeda dari pementasan ketoprak ini yaitu seluruh paraga atau pemainnya adalah pemuda karang taruna Pedukuhan Semail. Selain itu, hampir sebagian besar pemain merupakan pemain pemula yang belum pernah menggeluti dunia ketoprak sebelumnya. Meskipun demikian, penampilan para pemain ketoprak Ledhek Bariyem mampu mengundang gelak tawa serta tepuk tangan dari para penonton yang memadati lapangan Semail pada malam hari itu.

            “Baru pertama kali main ketoprak, tapi terasa luar biasa,” ungkap Indah yang memainkan peran sebagai Bariyem. Ia berpesan agar anak muda bisa mempertahankan dan mengembangkan budaya seperti ketoprak. Ia juga berharap agar organisasi kepemudaan di Semail bisa semakin maju terutama dalam kesenian Jawanya.

            Satu hal lagi yang tidak boleh terlewatkan dari ketoprak Ledhek Bariyem di Kamajaya Festival 2018 adalah penabuh gamelan yang mengiringi lakon ketoprak. Mereka adalah anak-anak muda yang tergabung dalam Jogja Musik Tradisional (JMT). Para penabuh gamelan hingga sindennya tergolong masuk dalam usia sekolah menengah atas yang masih menempuh pendidikan di SMKI Yogyakarta. Jadi lengkap sudah, mulai dari paraga ketoprak hingga penabuh gamelan, seluruhnya dimainkan oleh para pemuda.

            “Alasan kami memilih seluruh pemainnya (ketoprak Ledhek Bariyem) adalah pemuda karena untuk menarik minat pemudanya itu sendiri, baik dari pemain maupun penonton. Apalagi kami memilih lakon yang ringan dan penuh komedi. Jika banyak pemuda yang merasa bahwa ketoprak itu menyenangkan, maka semakin tinggi pula minat mereka untuk melestarikan seni ketoprak kedepannya,” ungkap Desi, selaku panitia Kamajaya Festival 2018. Tak hanya itu, Kamajaya Festival 2018 ini memang diselenggarakan untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober lalu.

            Lakon ketoprak Ledhek Bariyem menceritakan kisah tentang ketegangan yang terjadi antara dua kubu calon lurah yang akan maju dalam pemilihan, yaitu Pak Saranta dan Pak Sarjono. Kontestasi politik pemilihan lurah ini justru menimbulkan korban jiwa yaitu Bariyem yang dibunuh oleh para pendukung Pak Saranta. Memanfaatkan kematian bariyem, seorang suruhan Pak Sarjono justru menyamar menjadi hantu Bariyem untuk memfitnah Pak Saranta. Pada akhirnya, kejadian ini justru menjatuhkan kedua calon lurah karena perbuatan licik mereka.

            Lewat lakon ketoprak ini, pemuda Semail hendak menyampaikan pesan bahwa sebaik-baiknya kejahatan ditutupi pasti akan terbongkar juga. Di samping itu, menjelang pemilu 2019, lakon ketoprak ini bisa menjadi pengingat bahwa kampanye pemilu mendatang seharusnya dilaksanakan dengan adil, jujur, dan amanah. Mendapatkan jabatan seharusnya tidak dicapai melalui jalur yang kotor.

            Lakon ketoprak Ledhek Bariyem yang diperankan oleh pemuda Semail sekaligus dalam upaya untuk menunjukkan bahwa seni ketoprak tidak melulu diisi oleh orang tua saja. Tetapi, pemuda juga bisa ambil bagian menjadi paraga. Selain itu, ketoprak juga tidak harus selalu ketoprak “pakem” tetapi juga bisa ketoprak “semi-teater” yang dapat dinikmati oleh kalangan muda pula. Apabila pemuda menikmati penampilan ketoprak, maka diharapkan minat pemuda untuk melestarikan seni ketoprak semakin tinggi pula.

            “Menyenangkan! Apalagi selama latihan penuh canda tawa. Tidak hanya menambah pengalaman, tapi juga teman. Ketoprak bisa jadi ajang menjalin silaturahmi antar pemuda. Jadi, ketoprak harus dijaga dan dilestarikan,” ungkap Lail, salah satu pemain ketoprak Ledhek Bariyem.