Kalurahan BANGUNHARJO

Ritus Kelahiran sebagai Wujud Pelestarian Budaya di Kalurahan Bangunharjo

Oleh : Sarif Jabroni Dan Anto

   (Bangunharjo, 11/07) - Sebagai kalurahan yang telah ditetapkan sebagai rintisan desa budaya, Bangunharjo dikenal tidak hanya karena kekayaan alam dan potensi masyarakatnya, tetapi juga karena kelestarian berbagai ritus tradisi yang mengiringi siklus kehidupan warganya. Ritus-ritus tersebut mencerminkan akar budaya yang kuat dan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.

   Salah satu wujud nyata dari kekayaan budaya tersebut adalah ritus kelahiran, sebagaimana dilaksanakan pada malam Rabu, 9 Juli 2025, di wilayah Mredo Kulon RT 06, Padukuhan Gatak, Kalurahan Bangunharjo. Acara ini merupakan bentuk rasa syukur atas kelahiran ananda ElShanum Khaira Almahyra, putri dari pasangan Bapak Rico Purwandaru dan Ibu Yulia Aniskasari, warga setempat yang turut menjaga dan merawat tradisi luhur nenek moyang.

   Ritus kelahiran ini diwujudkan dalam bentuk acara Aqiqahan, sebuah tradisi Islami yang menyertai lahirnya seorang anak, ditandai dengan penyembelihan hewan qurban dan pemotongan rambut bayi. Momen sakral tersebut diiringi suasana religius dan penuh haru, saat rambut ananda ElShanum dipotong secara simbolis oleh Mbah Kaum Muhammad Wasul, tokoh agama setempat yang selalu menjadi rujukan dalam pelaksanaan tradisi keislaman di masyarakat.

   Prosesi pemotongan rambut ini dilakukan dengan penuh kehikmatan dan doa-doa yang mengalir, sebagai bentuk harapan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang salehah, berbakti kepada orang tua, serta membawa keberkahan bagi keluarga dan lingkungannya. Diiringi bacaan Shalawat Barzanji dari Grup Hadroh Mredo Kulon, suasana menjadi semakin khusyuk dan menggugah hati para hadirin. Alunan rebana dan suara merdu shalawat menjadi pengikat spiritual antara yang hadir dengan doa-doa yang dipanjatkan untuk si buah hati.

   Acara ini dihadiri ratusan orang, yang terdiri dari keluarga besar, tetangga, tokoh masyarakat serta pemuda, dari Padukuhan Gatak. Kehadiran mereka bukan hanya sebagai bentuk solidaritas sosial, tetapi juga menunjukkan betapa kuatnya nilai gotong royong dan kebersamaan dalam struktur sosial masyarakat Bangunharjo.

   Kemeriahan acara tidak hanya tampak dari keramaian tamu yang hadir, tetapi juga dari kekhidmatan setiap rangkaian acara. Dalam suasana hangat kekeluargaan, para tamu menikmati sajian makanan yang disediakan tuan rumah, sembari saling bertukar doa dan harapan baik bagi ananda ElShanum serta keluarga besar Bapak Rico dan Ibu Yulia.

   Pelaksanaan ritus seperti ini tidak hanya mengandung makna spiritual dan sosial, tetapi juga menjadi bagian dari pelestarian budaya. Tradisi semacam ini menunjukkan bahwa masyarakat Bangunharjo mampu menyelaraskan antara ajaran agama, kearifan lokal, dan kehidupan modern tanpa harus meninggalkan jati dirinya sebagai masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai adiluhung.

   Semoga kegiatan-kegiatan serupa dapat terus dilestarikan dan ditumbuhsuburkan di Kalurahan Bangunharjo, sebagai bagian dari identitas desa budaya yang berakar kuat, berdaya saing, dan berkarakter. Ritus-ritus kehidupan seperti kelahiran, anak-anak, remaja, pernikahan, hingga kematian, bila dijalankan dengan khidmat dan penuh makna seperti ini, tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga menjadi sumber nilai dan kekuatan sosial bagi masyarakat di masa kini dan masa yang akan datang.[]