Kalurahan BANGUNHARJO

Sinergi WALHI DIY dan Pemerintah Kalurahan Bangunharjo Hadirkan Solusi Berbasis Masyarakat

Oleh : Sarif Jabroni Dan Anto 

   (Bangunharjo, 26/06) -  Kolaborasi penting antara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Kalurahan Bangunharjo dalam menyikapi krisis pengelolaan sampah yang tengah melanda wilayah DIY pasca penutupan TPA Piyungan. Telahpun dimulai, Bertempat di Balai Kalurahan Bangunharjo, Kamis, 26 Juni 2025, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Tata Kelola Sampah di Bangunharjo" resmi digelar, menghadirkan berbagai unsur masyarakat dalam rangka menggali data, menyusun strategi, serta menjajaki peluang pembentukan sistem pengelolaan sampah yang mandiri dan berkelanjutan di tingkat lokal.

     FGD ini merupakan bentuk nyata sinergitas antara WALHI DIY—khususnya Pokja Perkotaan—dengan pemerintah Kalurahan Bangunharjo. Lima personil dari WALHI hadir secara langsung dalam kegiatan ini, yaitu Elki Setiyo Hadi selaku Koordinator Pokja Perkotaan, bersama tim: Siti Mulyani, Ahmad Fajar, Umi Asih, dan Fani Latifah. Kegiatan ini dibuka dengan sambutan resmi dari Lurah Bangunharjo, Nurhidayat, S.Ag, M.S.I., yang menyampaikan pentingnya peran aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan dan mengupayakan solusi lokal untuk persoalan global seperti sampah.

     Dalam sambutannya, Lurah Nurhidayat menegaskan komitmen Kalurahan Bangunharjo untuk menjadi wilayah percontohan (pilot project) dalam pengelolaan sampah mandiri. Menurutnya, krisis akibat tidak berfungsinya TPA Piyungan tidak bisa hanya dihadapi dengan solusi teknis semata, tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam membangun kesadaran kolektif serta pola hidup baru yang berkelanjutan. “Kita tidak bisa lagi bergantung pada solusi luar, kita harus mampu menciptakan solusi dari dalam, dari masyarakat untuk masyarakat,” ujarnya.

     FGD ini dirancang dalam beberapa sesi, dimulai dari pembukaan, pemaparan kondisi pengelolaan sampah oleh pihak Kalurahan, hingga sesi diskusi dan penggalian data yang difasilitasi oleh tim WALHI. Para peserta kemudian dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan keterwakilan stakeholder: kelompok pengelola sampah, kelompok masyarakat umum, dan kelompok pemerintah/kelembagaan. Setiap kelompok mendiskusikan hambatan, tantangan, serta potensi yang mereka alami atau lihat secara langsung di lingkup lokal.

     Diskusi berlangsung dinamis dan konstruktif. Sejumlah temuan awal mencuat dari forum ini, mulai dari kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah, minimnya edukasi berkelanjutan kepada masyarakat, hingga ketimpangan distribusi beban kerja antara pelaksana teknis dan komunitas. Namun di sisi lain, potensi lokal seperti keberadaan bank sampah, alumni sekolah sampah, serta semangat gotong royong warga menjadi modal penting yang bisa dioptimalkan.

      Hasil diskusi dari setiap kelompok kemudian dipresentasikan dalam sesi pleno. Dari hasil ini, pihak WALHI dan Kalurahan bersepakat untuk menjadikan data yang dihimpun sebagai dasar penyusunan rencana tindak lanjut, termasuk penjajakan kemungkinan pendirian unit pengelola sampah mandiri berbasis padukuhan. Hal ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan lingkungan di tengah krisis sistemik yang tengah dihadapi.

     Kegiatan ini tidak hanya menjadi forum curah gagasan, tetapi juga menjadi titik awal lahirnya gerakan kolektif yang berpijak pada kedaulatan warga dalam mengelola sampah mereka sendiri. Sinergi antara lembaga advokasi lingkungan seperti WALHI dengan pemerintahan tingkat kalurahan membuktikan bahwa transformasi pengelolaan sampah yang inklusif dan partisipatif bukan hal yang mustahil.

     Melalui langkah awal ini, Kalurahan Bangunharjo diharapkan mampu menjadi contoh inspiratif bagi wilayah lain dalam menumbuhkan model pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang kuat, berkelanjutan, dan berkeadilan.[]